PAGARNUSA.OR.ID – Sudah tidak asing lagi bahwa Indonesia memiliki beragam seni budaya yang berkembang dari Sabang sampai Merauke. Sebuah seni kebudayaan yang menjadi identitas bangsa. Sebagai suatu identitas, tentu seni budaya, termasuk seni budaya pencak silat khas Indonesia hendaknya selalu kita lestarikan. Mengingat gempuran di era zaman sekarang semakin dahsyat.
Masuknya digitalisasi selain membawa dampak positif juga membawa pengaruh yang negatif. Meskipun dalam hal ini, masyarakat Indonesia seolah-olah “dipaksa” untuk menyesuaikan perkembangan zaman.
Apalagi ketika terjadi wabah covid-19 kemarin. Adanya pembatasan aktivitas menuntut setiap hal baik pekerjaan, pendidikan, bahkan kesenian menghadapai tantangan baru.
Memang perubahan adalah suatu hal yang pasti terjadi di era sekarang. Berbagai gejolak, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas menjadi aspek yang perlu kita hadapi saat ini.
Definisi yang akrab dengan istilah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) ini menjadi tantangan di era transformasi digital. Meskipun, adanya transformasi digital digadang-gadang menjadi sebuah upaya untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik.
Bukan Zaman, Tapi Peradabanlah yang Berubah
Bicara soal peradaban, ini menjadi menarik. Seperti pepatah Arab yang mengatakan bahwa zaman tak pernah berubah, melainkan peradabanlah yang berubah.
Menurut KBBI, peradaban merupakan kemajuan yang meliputi kecerdasan dan kebudayaan secara lahir batin. Selain itu, peradaban juga berarti suatu hal yang terkait dengan sopan, santun, budi bahasa, atau kebudayaan suatu bangsa.
Tentu pengertian tersebut berbeda dengan zaman yang menurut KBBRI bermakna suatu masa atau waktu.
Dalam hal ini, baik karya, karsa, dan cipta manusia berperan penting dalam membentuk sebuah peradaban bangsa. Seperti halnya bangsa Barat yang terkenal dengan kebebasan berfikirnya. Dan bangsa Timur yang erat dengan budaya sopan santunnya.
Pencak silat sebagai warisan budaya
Dalam berbagai literatur menunjukkan bahwa pencak silat merupakan warisan asli Nusantara. Hal ini bermula dari kemampuan suku asli Indonesia dalam berburu makanan dan melindungi diri.
Mereka biasa memakai alat perang berupa parang, perisai, dan tombak. Atau dengan menirukan gerakan-gerakan hewan sekitarnya seperti harimau, ular, gajah, kera, maupun yang lainnya.
Para ahli Sejarah memperkirakan bahwa pencak silat sudah ada sejak abad 7 Masehi. Sejak zaman kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit, pencak silat menjadi keterampilan para pendekar pada masanya.
Sementara itu, menurut peneliti silat Donald F. Draeger, untuk mengetahui sejarah perkembangan silat dapat kita lihat dari berbagai artefak dan senjata dari masa klasik (Hindu-Budha).
Begitu pula pahatan relief-relief yang menggambarkan sikap-sikap kuda silat di Candi Prambanan dan Borobudor juga dapat menunjukkan perkembangan silat di Indonesia sejak dahulu.
Sementara itu, Muhammad Mizanudin, Andri Sugiyanto, Saryanto (2018), mengutip pendapat Sheikh Shamsuddin mengatakan bahwa pencak silat di Indonesia mendapat pengaruh dari ilmu bela diri Cina dan India.
Hal ini karena masuknya pedagang atau perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya turut mempengaruhi kebudayaan Melayu di Indonesia sejak awal.
Pencak Silat sebagai Fondasi Peradaban
Dalam perhelatan Fiqih Peradaban yang bertempat di Ponpes Roudlotul Muta’abbidin, Lamongan, Muhammad Nabil Haroen menyentil pentingnya pencak silat sebagai bagian dari fondasi peradaban.
Sosok ketua umum PP Pagar Nusa sekarang ini menjelaskan bahwa seni budaya, termasuk pencak silat hendaknya menjadi bagian integral dalam membangun peradaban.
Ketika membincang Fiqih Peradaban tersebut, Gus Nabil sapaan akrabnya menegaskan bahwa Indonesia memiliki khazanah kebudayaan dan kesenian yang sangat kaya. Dan hal tersebut perlu dimunculkan ke permukaan sebagai identitas utama bangsa Indonesia.
“Kita punya kebudayaan dan ragam kesenian yang luar biasa. Kita punya pencak silat yang merupakan warisan budaya dunia yang adiluhung, pencak silat diakui oleh UNESCO,” ujarnya
“Di NU, pencak silat menjadi identitas utama Pagar Nusa, yang menjadi platform penting untuk mengajari bela diri generasi kita,” lanjut Gus Nabil mengutip dari Majalah Aula Ed. Januari 2024. (*)