PAGARNUSA.OR.ID – Kisah Kiai As’ad Syamsul Arifin Membawa Pesan dari Syaikhona Kholil Bangkalan Kepada KH Hasyim Asy’ari. Jalan spiritual antara Bangkalan ke Tebuireng tak bisa dilepaskan dari sosok Kyai As’ad Syamsul Arifin Situbondo. Setelah mengantar tongkat, Kyai As’ad ditugaskan mengantarkan tasbih. Ya Jabbar Ya Qohhar jadi kata kunci yang disampaikan ke Tebuireng.
Kyai As’ad tak pernah melupakan kisah itu, sepanjang hayatnya. Kisah yang jadi rujukan berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Terkait kisah tasbih itu, sebagaimana dikutip dari kanal Youtube Abajadun Kreatif, Kyai As’ad Syamsul Arifin membuka rahasia keramat tasbih Syaikhona Kholil yang fenomenal itu.
Dalam perjalanan dari Bangkalan ke Tebuireng, Kyai As’ad sama sekali tak berani menyentuh tasbih itu. Amanat sang guru pantang untuk dikhianati.
“Sebagaimana kepada Rasulullah, ini kepada guru. Saya tidak berani. Saya berpuasa. Saya tidak makan, tidak minum tidak merokok,” tegas Kyai As’ad.
Dalam dalam perjalanan itu pula, uang pemberian Syaikhona Kholil tidak pernah terpakai.
“Ada yang narik “karcis! karcis!” Saya tidak ditanya. Saya pikir ini karena tasbih dan tongkat,” kenang Kyai As’ad.
Kyai As’ad mengaku pura-pura tidur, jadi selama 2 kali perjalanan tidak pernah ditarik karcis.
“Mungkin karena tidak melihat saya. Ini sudah jelas keramatnya kyai. Jadi Auliya’ itu punya karomah. Saya semakin yakin dengan karomah. Saya semakin yakin,” tegasnya.
Kisah selanjutnya adalah di Tebuireng. Kyai As’ad langsung menemui Kyai Hasyim dan terjadilah dialog berikut ini. Saya lalu sampai di Tebuireng, Kyai tanya:
“Apa itu?”
“Saya mengantarkan tasbih”
“MasyaAllah, MasyaAllah. Saya diperhatikan betul oleh guru saya. Mana tasbihnya?”
“Ini, Kyai” (dengan menjulurkan leher).
“Lho?”
“Ini, Kyai. Tasbih ini dikalungkan oleh Kyai ke leher saya, sampai sekarang saya tidak memegangnya. Saya takut su’ul adab (tidak sopan) kepada guru. Sebab tasbih ini untuk anda. Saya tidak akan berbuat apa-apa terhadap barang milik anda”.
Kemudian diambil oleh Kyai. “Apa kata Kyai?”.
“Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar”.
“Siapa yang berani pada NU akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur”.
Kyai As’ad sangat terkenang dengan peristiwa luar biasa itu. Sayangnya, tidak lama setelah itu, Syaikhona Kholil Bangkalan wafat.
“Pada tahun 1925, Kyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadhan,” kenang Kyai As’ad.
Tidak lama setelah wafatnya Syaikhona Kholil, tegas Kyai As’ad, berdirilah Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
“Akhirnya pada tahun 1926 bulan Rajab diresmikan Jamiyatul Ulama. Ini sudah dibuat, organisasi sudah disusun. Termasuk yang menyusun adalah Kyai Dahlan dari Nganjuk, yang membuat anggaran dasar. Kemudian para ulama sidang lagi untuk mengutus kepada gubernur jenderal,” kata Kyai As’ad.
Itulah tadi Kisah Kiai As’ad Syamsul Arifin Membawa Pesan dari Syaikhona Kholil Bangkalan Kepada KH Hasyim Asy’ari. Semoga bermanfaat. (*)