JAKARTA–
Pencak silat merupakan salah satu jenis olahraga yang tidak biasa. Pencak silat terdiri dari beragam teknik yang mengandalkan kemampuan tenaga dalam dan terkesan keras. Hal tersebut kerap menghadirkan syak wasangka pencak silat sebagai jenis olahraga yang mampu dilakukan oleh lelaki saja.
Prasangka itu tak jarang melahirkan stigma negatif terhadap perempuan yang menekuni pencak silat. Belum lagi, pembatasan ruang gerak perempuan di sektor domestik yang kerap dijumpai hingga kini masih mempertebal sekat bagi perempuan untuk berdaya dan berkarya di luar ranah yang ‘tidak biasa’.
Hal tersebut dialami oleh Srikandi Pencak Silat Pagar Nusa asal Sulawesi Barat, Ayu Indah Pertiwi. Ia mengaku pernah mendapat respons tidak mengenakkan dari lingkungan teman saat dirinya pertama kali diketahui menekuni pencak sila
“Yang suka berkomentar, ‘Perempuan kok ikut pencak silat?’ itu dari teman,” ungkapnya. Padahal, sejauh pengalamannya selama ini, mengikuti pencak silat dan menjadi wanita feminin adalah hal berbeda.
Senada, Srikandi Pencak Silat Pagar Nusa asal Sulawesi Selatan, Supiyati mengamini hal tersebut. Ia menilai, menjadi pendekar pencak silat perempuan bukan berarti menghapuskan ingatan untuk bersikap normal seperti biasa. Selama 3 tahun menekuni dunia pencak silat, ia mengaku sama sekali tidak bingung untuk menentukan sikap.
Saat bertanding dan beraktivitas sehari-hari adalah dua hal berbeda. “Saat berada di gelanggang dan di kehidupan sehari-hari, kami berbeda. Kami tetap bisa menyesuaikan,” tandasnya. Lindungi diri Menekuni bela diri, lanjut dia, bisa datang dari beragam alasan. Ada yang sekadar ingin menyalurkan hobi, ada juga yang memang ditujukan sebagai upaya melindungi diri.
Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Sumi ini meyakini bahwa sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman, perempuan justru harus mampu menguasai teknik-teknik bela diri, termasuk pencak silat.
Di tengah maraknya kasus pelecehan seksual, mengandalkan diri sendiri untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya kejahatan adalah suatu hal yang niscaya. Sumi yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA ini lebih memilih olahraga bela diri asal Indonesia, yakni pencak silat, daripada bela diri impor lainnya.
“Saya tertarik karena lain dari yang lain. Banyak orang mengajak karate, taekwondo, tapi saya kurang tertarik. Kan kalau pencak silat asli Indonesia,” tukasnya. Srikandi Pencak Silat Pagar Nusa Sulawesi Barat lainnya, Nur Fazira, membenarkan hal tersebut.
Bagi dia, menekuni pencak silat bukan hanya dapat menumbuhkan sportivitas. Akan tetapi, juga mengasah kemampuan diri. “Banyak yang tanya kenapa masuk pencak silat. Dengan ikut pencak silat, saya bisa membuktikan kepada semua orang bahwa perempuan itu bisa menjaga diri,” tukasnya. Di bawah naungan NU Perempuan yang duduk di bangku kelas 1 SMA ini mengatakan bahwa keputusan untuk menekuni bela diri yang diambil dua tahun lalu sangat ia syukuri. Terlebih, Pagar Nusa yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU). “Pagar Nusa kan di bawah naungan NU. Jadi, makin kudalami pencak silat di Pagar Nusa. Aku makin bertahan di sini,” katanya.
Senada, Ayu pun mengatakan hal yang sama. Bukan hanya mendapatkan ilmu dan pengalaman, Pagar Nusa baginya bisa menghadirkan rasa persaudaraannya yang kuat. “Persaudaraan di Pagar Nusa bagus sekali,” ujar Ayu. Sementara itu, Sumi menilai bahwa bukan hanya belajar silat, di Pagar Nusa ia juga belajar nilai-nilai filosofis pencak silat sebagai bela diri khas Nusantara yang sarat akan nilai spiritualitas.
“Senang sekali ikutan Pagar Nusa. Karena, selain bisa belajar bela diri juga sambil belajar agama,” ungkap Sumi. Ketiga Srikandi Pencak Silat Pagar Nusa kontingen Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan tersebut kini tengah mengikuti ajang Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Keempat Sesi 2 Tanding di Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta Timur.
Mereka mengatakan, bisa memenangi kejurnas merupakan hal yang tentu sangat diharapkan. Meski begitu, mereka sangat bersyukur bisa mengikuti ajang ini, karena pengalaman yang didulang tak akan ternilai harganya. “Semoga kami bisa menampilkan yang terbaik dan insyaallah juara. Kalau tidak juara, setidaknya kita dapat banyak pengalaman dari acara seperti ini,” pungkasnya.
(Nuriel Shiami Indiraphasa/NUOnline)