Sami’na Wa Atho’na Sikap Dasar Yang Harus Dimiliki Pendekar Pagar Nusa. Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa merupakan salah satu badan otonom yang dimiliki organisasi Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Didirikan secara resmi pada 22 Rabi’ul Akhir 1406 H/ 03 Januari 1986 M di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur dan diresmikan oleh PBNU yang kala itu dipimpin oleh KH. Achmad Shiddiq sebagai Rais Aam dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Ketua Umum.
Pagar Nusa didirikan sebagai salah satu ujung tombak NU yang memiliki berbasis gerakan dalam melaksanakan kebijakan NU pada pengembangan seni, budaya, tradisi, olahraga pencak silat, pengobatan alternatif, dan pengabdian masyarakat. Selain itu Pagar Nusa berdiri juga sebagai benteng bagi para Kiai, Nahdlatul Ulama serta Bangsa dan Negara Indonesia. Pagar Nusa menjadi terdepan dalam menjaga tiga elemen dalam berlangsungnya Islam Ahlussunah Wal Jamaah An Nahdliyyah.
Menjaga Kiai menjadi komitmen utama sejak Pagar Nusa didirikan. Sebagai salah satu sayap organisasi NU, Pagar Nusa membantu menjaga para Kiai dari berbagai ancaman. Jejak Pagar Nusa dalam menjaga Kiai juga telah banyak tercatat dalam sejarah perjalanan Nahdlatul Ulama. Saat tokoh NU KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mau dilengserkan dari kursi Kepresidenan, Pagar Nusa tergabung dalam pasukan berani mati yang membela dan mempertahankan Gus Dur. Dawuh dan perintah Kiai menjadi jimat tersendiri bagi pendekar Pagar Nusa.
Sami’na Wa Atho’na yang berarti kami dengar dan patuh menjadi sikap yang harus dimiliki oleh para anggota Pagar Nusa. Sebagai benteng dan penjaga Kiai Pagar Nusa selalu patuh dengan apa yang telah difatwakan oleh para Kiai. Dalam Islam sendiri seorang akan disebut beriman apabila memiliki sikap sami’na wa athona. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Nur ayat 51 berikut:
اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata: Kami mendengar, dan kami taat. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Karakter Sami’na Wa Atho’na menjadi bekal utama yang harus dimiliki oleh para santri Pagar Nusa. Dengan patuh pada apa yang diperintahkan oleh Kiai Pagar Nusa akan semakin kuat dan kokoh satu komando. Komitmen Pagar Nusa untuk selalu patuh pada intruksi Kiai disampaikan pula oleh Ketua Umum Pagar Nusa saat ini, Muchammad Nabil Haroen.
Gus Nabil, sapaan akrabnya, menyampaikan ia selalu selalu mengingatkan kepada seluruh pendekar di manapun berada betapa pentingnya Kiai bagi Pagar Nusa. Bahkan Gus Nabil memerintahkan kepada seluruh kader Pagar Nusa untuk minimal 1 bulan sekali sowan kepada para Kyai atau para masyaikh, baik Kyai yang masih hidup ataupun sudah wafat.
Lebih lanjut Gus Nabil menyampaikan alasannya memberikan perintah kepada para pendekar Pagar Nusa untuk sowan Kiai karena memiliki banyak mafaat. Diantara manfaatnya ialah, Pertama untuk menjaga energi santri Pagar Nusa. Meskipun ahli ribuan jurus mau kebal tembak kebal bacok dan kebal-kebal yang lain tidak ada apa-apanya dengan energi dari para Kiai. Jika di prosentase keilmuan bela diri dan sebagainya bagi pendekar Pagar Nusa itu hanya 10% dari kemampuan pribadi 90% Sisanya adalah energi dari para Kyai dan energi dari para masyayikh.
Oleh karena itu pendekar Pagar Nusa harus selalu patuh dan taat dengan apa yang menjadi intruksi dari para Kiai. Sami’na Wa Atho’na menjadi karakter santri Pagar Nusa yang tidak dimiliki oleh perguruan lain. Semakin patuh dan taat kepada Kiai maka semakin besar pula energi yang akan dimiliki para pendekar Pagar Nusa. Karena para Kiailah yang terus melakukan doa dan riyadloh yang kemudian energinya sampai pada para pendekar Pagar Nusa agar selalu kokoh dimanapun dan dalam kondisi apapun. ALS (*)