PAGARNUSA.OR.ID – Memiliki murid bandel tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Begitu pula dalam pencak silat, seorang pelatih harus mempunyai sikap yang bijaksana dalam mengatasinya.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa hampir di tiap lembaga pendidikan memiliki murid yang bandel, meski dengan batasan-batasan tertentu. Misalnya sering mengganggu teman, sering bolos, membuat kekisruhan, dan lain-lain.
Dalam sistem pendidikan terdahulu, penggunaan kekerasan untuk mengatasi hal tersebut masih menjadi hal yang biasa.
Akan tetapi, sekarang tindakan tersebut sudah tidak bisa lagi kita normalisasikan. Hal tersebut karena anak-anak sekarang hidup di masa yang berbeda dengan orang-orang dahulu.
Apalagi di era media sosial di mana setiap hal mudah terekspos. Kekerasan yang dilakukan oleh satu oknum dapat berdampak besar bagi masa depan lembaga pendidikan lainnya. Demikian karena kepercayaan masyarakat mulai menurun akibat ulah salah satu oknum tersebut.
Dalam hal ini layaknya kita perlu menengok kembali bagaimana Kiai Saifuddin Zuhri dalam mendidik murid-muridnya.
Sekilas tentang Kiai Saifuddin Zuhri
Beliau merupakan sosok pejuang Nahdlatul Ulama sekaligus tokoh pergerakan nasional. Kiai Saifuddin Zuhri juga sempat menjadi komandan milisi Islam Hizbullah pada masa penjajahan dahulu.
Prof. Kiai Saifuddin Zuhri lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada 1 Oktober 1919. Beliau merupakan putra dari H. Muhammad Zuhri dan Siti Saudatun.
Lingkungan keluarganya yang agamis turut mengantarkan Kiai Saifuddin Zuhri menjadi sosok yang berkarakter mulia.
Melansir dari kemdikbud, Beliau memulai pendidikan formal di Sekolah Rendah Nomor Dua Bumiputera atau yang popular dengan nama Sekolah Ongko Loro.
Selain mendapat pendidikan keagamaan dari keluarganya, Kiai Saifuddin Zuhri juga mengenyam pendidikan di Madrasah NU, Al-Huda Sokaraja dan berlanjut ke Madrasah Salafiyah dan Mamba’ul Ulum di Solo.
Dalam kisah perjalanannya, Kiai Saifuddin Zuhri memiliki ketertarikan pada bidang jurnalistik. Semenjak sekolah di Madrasah Al-Huda, Beliau banyak berkontribusi menyumbang tulisan untuk media-media cetak yang terbit di Jakarta. Puncak karier gemilangnya terlihat pada tahun 1960 di mana Beliau terpilih menjadi Pemimpin Umum dan Redaksi di harian resmi NU, yaitu Duta Masyarakat.
Selain sebagai wartawan, dalam otobiografinya, Guruku Orang-Orang dari Pesantren, Kiai Saifuddin Zuhri juga dikenal sebagai pendidik. Melalui buku tersebut, Beliau banyak menceritakan kisahnya sebagai pendidik, termasuk dalam mendidik murid-murid yang bandel.
Bagaimana Mengatasi Murid yang Bandel?
Melalui otobiografinya, Kiai Saifuddin Zuhri tidak serta merta menerapkan kekerasan sebagai upaya mengatasi murid yang bandel. Beliau menggunakan cara-cara dan pendekatan yang bijaksana.
“Anak yang bersangkutan dipanggil ke muka kelas, diberi nasihat dan peringatan seperlunya. Atau menahan dia pada jam mengasoh (istirahat–red) untuk sekali lagi diberi nasihat dan peringatan. Atau dengan jalan aku panggil ke rumah. Aku tanyakan kepadanya, apakah cukup aku sendiri yang menasihati, atau biar aku serahkan kepada orang tuanya untuk dinasihati?” tulis Menag RI Lukman Hakim Saifuddin mengutip dari NU Online.
Selain hal demikian, Kiai Saifuddin Zuhri juga memberikan opsi yang menarik. Ketika mendapati murid yang bandel, maka ia berusaha mendekatinya dengan memberikan perhatian yang lebih.
Ia menulis sebagai berikut: “Ada lagi dengan cara lain. Anak itu aku dekatkan di hatiku. Aku panggil ke rumah untuk membantu pekerjaanku yang tidak ada hubungannya dengan sekolah. Misalnya aku ajak menyertai aku ke pasar membeli bibit tanaman dan dia kusuruh menemani aku menanam bibit itu di halaman rumahku. Pokoknya aku dekatkan dengan hatiku dan kuinsyafkan bahwa aku sangat sayang kepadanya,” tulisnya.
Pendekatan-pendekatan seperti ini, menurut Kiai Saifuddin, dapat meredamkan kebandelan murid. Meskipun perlu waktu yang cukup lama untuk melakukannya. Namun,kedekatan secara psikologis antara guru dan murid ini berkemungkinan besar untuk melunakkan kebandelan dan mengubah sikap murid secara bertahap.
Dalam melakukan pendidikan, memang guru sebaiknya mengetahui kondisi psikologis setiap murid yang ia ajar. Adanya kedekatan psikologis dapat membuat hubungan antara guru dan murid menjadi lebih harmonis sehingga tujuan pendidikan pun dapat tercapai. Semoga bermanfaat! (*)