Pagar Nusa: Warisan Kiai Penjaga Negeri, Benteng Umat Pilar Bangsa
Di jantung Nusantara, tepatnya di tanah Jawa Timur, lahirlah sebuah perguruan pencak silat yang bukan hanya melatih tubuh, tetapi juga menempa jiwa. Para Kiai, pendekar bersatu menyepakati membentuk suatu ikatan Pencak Silat yang tergabung dibawah naungan bendera Nahdlatul Ulama. Disepakatilah Pagar Nusa, yang dalam bahasa Indonesia berarti “pagar” atau “benteng” untuk “agama, bangsa, dan negara”.
Pagar Nusa Didirikan pada 22 Rabi’ul Akhir 1406 H / 03 Januari 1986 M di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. Disepakatilah saat itu menjadi ketua umum pertamanya ialah sosok kiai kharismatik bernama KH Abdullah Maksum Jauhari. Pagar Nusa tak hanya melestarikan tradisi pencak silat, tetapi juga mengemban amanah sebagai warisan kiai penjaga negeri, benteng umat, dan pilar bangsa.
KH Abdullah Maksum Jauhari, atau yang akrab disapa Gus Maksum, lahir dan besar di lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Sejak kecil, ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki bakat bela diri yang mumpuni. Gus Maksum menguasai berbagai aliran pencak silat, salah satunya aliran Silat Jurus Kalimasada yang diturunkan dari ayahnya, Mbah Mad Jipang.
Namun, kepedulian Gus Maksum tak hanya terbatas pada ilmu bela diri. Beliau melihat kondisi Indonesia yang baru saja lepas dari penjajahan Belanda dan dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari ancaman komunis hingga aliran sesat. Gus Maksum yakin bahwa pencak silat, dengan nilai-nilai spiritual dan nasionalisme yang terkandung di dalamnya, bisa menjadi senjata ampuh untuk menjaga agama, negara, dan bangsa.
Dengan semangat itulah, Gus Maksum dan para Kiai seperti KH. Suharbillah S.H LLT (Pengasuh Ponpes An Najiyah Sidosermo Surabaya), K.H. Bukhori Susanto (Lumajang), K.H. Anas Thohir (Lumajang), K.H. Ridlwan Abdullah (Surabaya), K.H. Mujib Ridlwan (Surabaya), Drs. K.H. Abdurrahman Usman, K.H. Samsuri Badawi, K.H. Syaifur Rizal, K.H Ahmad Shidiq, Drs. H. Fuad Anwar, Drs. H. Kuncoro dan Azhar Lamro bersepakat mendirikan Pagar Nusa.
Pagar Nusa lahir dari pondok pesantren, tempat para santri dididik bukan hanya dalam ilmu agama, tetapi juga dalam bela diri dan budi pekerti. Para pendiri Pagar Nusa percaya bahwa santri yang kuat fisik dan mental akan menjadi benteng bagi masyarakat dan negara.
Pencak Silat yang Berpadu dengan Amalan Keagamaan
Pagar Nusa memiliki ciri khas yang membedakannya dari perguruan pencak silat lainnya. Di Pagar Nusa, latihan fisik dipadukan dengan amalan-amalan keagamaan. Sebelum memulai latihan, para pesilat Pagar Nusa membaca doa dan melakukan shalat sunnah. Latihan pencak silat pun diiringi dengan lantunan shalawat dan dzikir.
Filosofi Pagar Nusa adalah “Bela Agama, NKRI, dan Bangsa”. Bela agama bukan hanya berarti melawan aliran sesat, tetapi juga menjaga nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Bela NKRI berarti mempertahankan keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Sedangkan bela bangsa berarti menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Nilai-nilai spiritual inilah yang membuat Pagar Nusa tidak sekadar mengajarkan teknik bela diri, tetapi juga menempa karakter para pesilatnya. Para pesilat Pagar Nusa dididik untuk menjadi pribadi yang beriman, bertakwa, disiplin, cinta tanah air, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sejak didirikan, Pagar Nusa berkembang pesat. Dari Kediri, perguruan ini menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Jutaan pesilat Pagar Nusa kini tersebar di berbagai daerah, dari Aceh hingga Papua. Pagar Nusa juga telah menjadi salah satu perguruan pencak silat yang diperhitungkan di kancah nasional bahkan tersebar hingga laura negeri.
Prestasi Pagar Nusa di dunia pencak silat tak perlu diragukan lagi. Atlet-atlet Pagar Nusa telah meraih berbagai gelar juara. Namun, bagi Pagar Nusa, prestasi bukanlah tujuan utama. Yang utama adalah melestarikan tradisi pencak silat, menjaga nilai-nilai agama dan nasionalisme, serta mencetak generasi muda yang berkarakter.
Menjaga Warisan Kiai Penjaga Negeri
Pagar Nusa adalah warisan berharga dari para kiai penjaga negeri. Gus Maksum dan para kiai pendahulunya telah mewariskan bukan hanya ilmu bela diri, tetapi juga semangat kepahlawanan, ketaatan beragama, dan cinta tanah air. Generasi muda Pagar Nusa kini memiliki tanggung jawab untuk menjaga warisan tersebut dan terus berkontribusi bagi masyarakat, agama, dan negara.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, Pagar Nusa tetap teguh pada prinsip-prinsipnya. Perguruan ini terus menjadi benteng umat, pilar bangsa, dan harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Pagar Nusa membuktikan bahwa pencak silat bukan hanya seni bela diri, tetapi juga sarana untuk membangun karakter, menjaga nilai-nilai luhur bangsa. ALS(*)