PAGARNUSA.OR.ID – LAMONGAN – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa M. Nabil Haroen mengungkapkan bahwa Fikih Peradaban menjadi sumbangsih Nahdlatul Ulama untuk membangun tata baru dunia yang lebih harmonis. Selain itu, Nabil Haroen juga menyatakan betapa fikih peradaban juga menjadi kunci dan pondasi utama untuk mencipta masyarakat yang cinta perdamaian. Sebab dengan perdamaian, akan tercipta peradaban dan tatanan sosial.
“Konsep Fikih Peradaban ini sumbangsih luar biasa dari Nahdlatul Ulama tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk masyarakat dunia. Kita berada pada situasi yang tidak mudah secara geopolitik maupun kompetisi ekonomi global, perang terjadi di beberapa kawasan di dunia, di Eropa dan Timur Tengah. Halaqah Fikih Peradaban yang diselenggarakan Nahdlatul Ulama ini menjadi kontribusi nyata untuk masa depan manusia,” ungkap Nabil Haroen yang sering menjadi narasumber dalam Halaqah Fikih Peradaban, kepada media ini, Jumat (22/12).
Sebelumnya, berlangsung Halaqah Fiqh Peradaban di Pondok Pesantren Roudlotul Muta’abbidin, Payaman, Solokuro, Lamongan, serta beberapa rangkaian Halaqah Fiqh Peradaban di beberapa pesantren hingga akhir Desember 2023.
Pada agenda di Pesantren Roudlatul Muta’abbidin, hadir KH. Kholili Kholil (PBNU), Gus M. Nabil Haroen (Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa), KH. Syahrul Munir, serta pengurus Nahdlatul Ulama dan kiai-kiai muda di kawasan Lamongan. Agenda ini juga menjadi rangkaian Halaqah Fikih Peradaban Seri II, yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di ratusan pesantren di Indonesia.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama juga menyelenggarakan Halaqah Fikih Peradaban seri I, pada paruh kedua tahun 2022. Pada tahun ini, diselenggarakan beberapa rangkaian agenda internasional, semisal ASEAN IIDC serta forum Religion 20 ISORA, yang diselenggarakan oleh PBNU bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri serta beebrapa instansi terkait.
Pada agenda halaqah Fikih Peradaban di Pesantren Roudlotul Muta’abbidin Lamongan ini, Gus Nabil Haroen menyampaikan tentang pentingnya seni dan budaya sebagai pondasi bangsa untuk membangun peradaban. Ia menyoroti bahwa Indonesia punya kebudayaan dan khazanah kesenian yang luar biasa, yang perlu terus dimunculkan serta menjadi identitas utama bangsa Indonesia.
“Saat ini, kita ini bangsa Indonesia harus diakui sedang mengalami krisis identitas. Padahal, kita punya kebudayaan dan ragam kesenian yang luar biasa. Kita punya pencak silat, yang merupakan warisan budaya dunia yang adiluhung, pencak silat kita diakui oleh UNESCO. Di Nahdlatul Ulama, pencak silat menjadi identitas utama Pagar Nusa, yang menjadi platform penting untuk mengajari bela diri generasi kita. Di Pagar Nusa, tidak hanya pencak silat secara fisik, namun juga dibekali kekuatan mental, serta tersambung sanad ngaji dengan para guru kita, para kiai pendiri Nahdlatul Ulama hingga Kanjeng Nabi Muhammad,” terang Nabil Haroen, yang juga calon anggota DPR RI dari PDI Perjuangan dapil Jatim X, Lamongan Gresik.
Lebih lanjut, Nabil Haroen mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun peradaban dari konteks terkecil dan wilayah yang bisa dikerjakan. “Mari kita bersama-sama membangun peradaban ini, dengan konteks dan tanggungjawab masing-masing. Melalui halaqah ini, kita sudah mengerti gambar besarnya. Perlu terus didorong untuk menjadi bagian penting agar masing-masing pihak bisa bekerja serta memberi sumbangsih, misal di pondok dengan mengaji serta berlatih silat. Kita menguatkan pondasi ilmu serta identitas tradisi kita, dengan demikian semuanya bisa tersambung,” terang Nabil Haroen, yang juga Wakil Ketua Umum PB Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).
Nabil Haroen juga mengajak agar ngaji dan berlatih silat ini sebagai satu kesatuan, yang tidak perlu dipisahkan. “Jadi pendekar-pendekar Pagar Nusa juga saya perintahkan untuk sowan kiai dan ziarah secara rutin, mereka berlatih silat dan ngaji. Nah, yang di Lamongan dan sekitarnya ini, mari para kiai di pesantren maupun di masjid dan musholla masing-masing, yang remaja bisa disiapkan forum ngaji dan silat secara rutin, jadi pondasi kebudayaan dan keilmuan pesantren akan terjaga secara bersama-sama,” demikian jelas Nabil Haroen (*).