PAGARNUSA.OR.ID – Kisah Mbah Maimoen Zubair Tentang Keramatnya Nahdlatul Ulama. KH Maimoen Zubair adalah salah satu ulama Indonesia yang berasal dari Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Mbah Moen sapaan akrabnya adalah sosok ulama yang sangat cinta dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Kecintaan itu bahkan dikisahkan saat bayi Mbah Moen, sapaan akrabnya, sudah disuwuk oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah. Walaupun dimakamkan di Ma’la Makkah, tapi santri-santri Mbah Moen berjuang di NU dalam berbagai level kepengurusan.
Sebagaimana dilansir Pagarnusa.or.id dari facebook KH A. Nawawi Kholil (Jambal Roti Ngaliblak), dikisahkan percakapan penuh makna bersama Mbah Moen terkait keramatnya Nahdlatul Ulama.
KH A. Nawawi Kholil, yang akrab disapa Mbah Wi itu, adalah santri dan juga kerabat Mbah Moen. Saat Mbah Moen wafat di Makkah, Mbah Wi termasuk santri yang ikut menyertai jenazah Mbah Moen dari memandikan sampai pemakaman.
Dalam suatu momen yang istimewa, Mbah Wi mendapatkan nasehat sangat istimewa dari guru tercintanya. Nasehat itu diungkap Mbah Wi sendiri dalam tulisan dialog yang indah.
Berikut ini dialog tersebut.
Cerita Mbah Maimoen Zubair:
“Lek…..”
“Dalem…. (iya)”
“Tak ceritani NU yo… (saya beri cerita tentang NU ya…).. “
“Njih remen estu… (iya, senang banget…)..”
“NU kui Berkahe akeh. Tapi yo mrawasi… (NU itu bekahnya banyak, tapi ya drawasi…)..”
“Njih….”
“Aku iki mulai Muktamar NU Semarang (1979) nganti Muktamar Jombang aktif melu. Dadi opo wae aku yo ora tahu nolak. Tapi moh ngerebut jabatan NU. Sebab NU kui berkahe gede. Tapi kudu ati ati tenan. Faham lek?”
(Saya itu mulai Muktamar NU Semarang (1979) sampai Muktamar Jombang aktif ikut hadir. Jadi apa saja aku tidak pernah menolak. Tapi tidak mau merebut jabatan di NU. Sebab NU itu berkahnya besar. Tapi ya harus hati-hati betul. Paham, lek?)
“Njih….”
“Sampean yo dadi pengurus NU?” (Kamu ya jadi pengurus NU?)
“Njih..”
“Dadi opo?” (jadi apa?)
“Rois Syuriah..”
“Cabang Rembang…”
“Mboten (tidak)…. Ranting Tasikagung…”
Dari dialog di atas, ada kata Mbah Moen pakai bahasa Jawa, yakni ‘mrawasi’.
Kata mrawasi ini sama degan drawasi, beda irama daerah saja. Dalam Kamus Bahasa Jawa Kemdikbud, drawasi bermakna berikut ini.
drawas, ndrawasi v membahayakan; mengkhawatirkan; kedrawasan v celaka drawili, ndrawili adv terus-menerus drawina.
Itulah tadi Kisah Mbah Maimoen Zubair Tentang Keramatnya Nahdlatul Ulama. Semoga bermanfaat. (*)