Kisah Gus Maksum dan Kesaktiannya
PAGARNUSA.OR.ID – Berikut ini adalah Kisah Gus Maksum dan Kesaktiannya. KH. Maksum Jauhari atau masyhur dikenal dengan nama Gus K Maksum ialah kiai Nahdliyin yang mewakili sejenis penguasaan “ilmu-ilmu kesaktian” di dalam tradisi kalangan sebagian kiai pesantren. Gus Maksum diakui banyak kalangan di NU sebagai pendekar, sebagaimana KH. Abdullah Abbas Cirebon yang dikenal sakti.
Biografinya ditulis oleh Ahmad Ali Adhim berjudul Gus Maksum Lirboyo; Pendekar Pagar Nusa (Global Press). Fenomena Gus Maksum adalah Fenomena sebagian kiai pesantren NU. Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu tafsir, fiqh, tasawuf, nahwu, sharaf, sejarah Islam, dan seterusnya.
Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar, dan tahan uji. Para kiainya tidak hanya alim, tetapi juga sakti. Para kiai dulu .adalah pendekar pilih tanding.
Hanya saja, diakui belakangan ada tanda-tanda surutnya ilmu bela diri di pesantren. Hal ini ada dua sebab berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang padat, ditambah euforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal; perkembangan ajaran pemurnian yang menganggap ilmu-ilmu sejenis itu sebagai syirik, yang kurang mendapat perlawanan dari kiai-kiai NU. Dari situlah kemudian ada upaya sebagian kiai, termasuk Gus Maksum untuk mengembangkan tradisi itu dan diwadahi dalam NU.
Menurut buku Antologi NU, Gus Maksum ini lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada 8 Agustus 1944, dari ayah KH. Abdullah Jauhari dan ibu Siti Aisyah. Gus Maksum adalah salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, KH Manaf Abdul Karim. Semasa kecil, Gus Maksum belajar kepada orang tuanya, KH. Abdullah Jauhari di Kanigoro, Gus Maksum kemudian menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957), dilanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, tetapi tidak sampai selesai. Selanjutnya, Gus Maksum mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan, dan kejadugan.
Gus Maksum selalu berpenampilan nyentrik, berambut gondrong, berjenggot tebal, kumis lebat, memakai kain sarung yang hampir mendekati lutut, dan selalu memakai bakiak. Seperti kebiasaan orang-orang jadug di pesantren, Gus Maksum selalu riyadhah dengan cara ngerowot (makan dari umbi-umbian dan sayuran). Gus Maksum juga memiliki kegemaran yang umbi-umbian dan sayuran). Gus Maksum juga memiliki kegemaran yang Jarang dimiliki kiai, yaitu memelihara binatang seperti ular, unggas, buaya, kera, orangutan, dan sejenisnya.
Sebagai seorang yang dikenal jadug, ilmunya itu tidak pernah dipamerkan, dan tidak disombong-sombongkan. Rambutnya konon tidak mempan dipotong (konon hanya ibunya yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api, punya kekuatan tenaga dalam luar biasa, mampu mengangkat beban seberat apa pun, mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tidak mempan disantet, dan seterusnya. Di arena medan laga atau sabung jarang yang berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para pendekar lain kecut hati.
Kesaktiannya pernah diketahui umum ketika pentas kelompok musik Kantata Takwa Samsara di Parkir Timur, Senayan, pada 6 Juli 1998. Grup musik yang dimotori Setiawan Djody dan Iwan Fals, saat itu melantunkan syair lagu-lagu yang penuh muatan kritik sosial. Massa penonton yang beringas kemudian merangsek ke atas panggung dan ingin berebut menyalami dan memeluk Iwan sehingga timbul kekacauan, ditambah ada yang melempar benda semacam botol plastik, kaleng minuman, dan lain-lain.
Saat acara itu dilaksanakan, reformasi baru saja berhasil menumbangkan Soeharto, keadaan benar-benar masih diliputi suasana saling intrik di tingkat elite. Kejadian itu juga ada yang menyebutkan adanya unsur-unsur tertentu yang ingin membuat kisruh sosial. Di saat yang gawat itulah muncul Gus Maksum yang sehari sebelumnya mengikuti istighasah kubra bersama kalangan NU di tempat yang sama.
Dengan sekali sentakan tangan Gus Maksum, berbagai benda tadi jatuh ke tanah sebelum sempat menyentuh Iwan dan kawan-kawannya di panggung. Massa yang kian brutal pun terjengkang ke tanah bak dihempas sabetan topan. Sesungguhnya, kiai nyentrik ini tidak berencana mengeluarkan aji-aji kesaktiannya. Hanya karena dia melihat Iwan yang ditarik-tarik massa hingga tidak berdaya itu, maka dengan terpaksa Gus Maksum mengeluarkan ilmu tenaga dalamnya.
Di dalam politik, Gus Maksum mengikuti arus besar NU. Ketika NU di PPP, Gus Maksum masuk di PPP: ketika NU kembali ke Khittah, Gus Maksum ikut mendukung Khittah NU. Di Politik, ketika didirikan PKB, Gus Maksum masuk PKB Bersama H. Subarbillah dan pendekar-pendekar lain di NU, Gus Maksum menjadi salah seorang yang ikut merestui dan mendirikan Pagar Nusa. Pagar Nusa didirikan pada 3 Januari 1986 di
Pesantren Lirboyo. Nama Pagar Nusa diberikan oleh KH. Mujib Ridwan (anak dari KH. Ridwan Abdullah, pencipta lambang NU). Gus Maksum sebagai penggagas dan motor dari Pagar Nusa ini meninggal dunia pada 21 Januari 2003, mewariskan tradisi model “Kiai Jadug” di dalam lingkungan NU. Dimakamkan di kompleks pemakaman pesantren di belakang masjid. Gus Maksum meninggalkan dua istri, Nyai Hj. Badiah dan Nyai Hj. Siti Qomariah. Demikian Kisah Gus Maksum dan Kesaktiannya, sebagaimana dikutip dari Buku Ensiklopedia Khittah NU Jilid IV Karangan Nur Khalik Ridwan. (*)