PAGARNUSA.OR.ID – KH Abdul Syakur Yasin atau yang akrab disapa Buya Syakur tutup usia pada Rabu, 17 Januari 2024. Ulama kharismatik asal Indramayu ini menghembuskan nafar terakhirnya pada pukul 00.02 WIB dini hari di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat.
Kiai Rifqil Asyiq mengonfirmasi kabar duka tersebut dari orang terdekat Buya Syakur yang kemudian tersebar secara berantai ke grub WhatsApp.
“Innalillahi wainna Ilaihi roji’un. Sampun kapundut dateng kersane Gusti Allah (telah dipanggil ke rahmatullah) KH Buya Syakur Yasin Cadangpinggan. Mugi Husnul Khatimah,” tulis Rifqil pada salah satu pesan grub WhatsApp.
Kiai kelahiran 02 Februari 1948 ini wafat dalam usia 75 tahun menjelang usianya yang ke-76 pada beberapa pekan mendatang. Ia dimakamkan di komplek Pesantren asuhannya, Pesantren Cadangpinggan, Indramayu.
Sosok Ulama Pecinta Sastra
Buya Syakur merupakan sosok ulama yang banyak menekuni bidang kesusastraan. Hal tersebut terlihat pada latar belakang studinya sejak berada di pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon hingga ke luar negeri.
Pengalamannya studi di pesantren membuat Buya Syakur memiliki Kemahiran berbahasa Arab. Tak ayal jika berkat keterampilannya dalam menguasai Bahasa Arab membuatnya kerap menerjemahkan kitab-kitab bahasa Arab ke bahasa Indonesia.
Pada tahun 1971, pendiri Pesantren Cadangpinggan ini berkesempatan melanjutkan studinya ke Kairo, Mesir. Di sana ia mengambil konsentrasi Linguistik dan sempat menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI). Beliau lulus dengan mempertahankan skripsinya yang berjudul “Kritik Sastra Objektif terhadap Karya Novel-Novel Yusuf As-Siba’I (Novelis Mesir)”.
Tidak sampai di situ, tercatat Buya Syakur menghabiskan masa studinya di luar negeri, baik di Timur Tengah maupun Eropa selama 20 tahun. Setelah selesai pada tahap S1, Beliau melanjutkan Tingkat magister di Tunisia dalam bidang sastra linguistis. Di sana beliau sempat menjadi staf ahli di Kedutaan Besar Tunisia. Studi doktoralnya ia selesaikan di London dengan konsentrasi dialog teater dan lulus pada tahun 1985.
Berdakwah di Kampung Halaman
Setelah selesai melanglang buana di luar negeri, Buya Syakur kembali ke tanah air bersama rekannya, Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Nurcholis Majid, dan Alwi Shihab pada tahun 1991.
Meskipun studinya di luar negeri ia banyak belajar tentang sastra, namun kiai asal Indramayu ini lebih menekuni jalan sebagai pendakwah. Rupanya, latar belakang pesantren Buya turut memengaruhi proses belajarnya di sana.
Dalam suatu pengajian, Buya Syakur berkata bahwa dirinya lebih senang mengaji di kampung, khususnya di tempat di mana ia berasal (Indramayu). Ia memandang bahwa selain bertanggung jawab untuk mengembangkan tanah kelahiran sendiri, masyarakat kampung menurutnya lebih jujur daripada di perkotaan.
Walaupun ia banyak menguasai bahasa asing, Buya lebih memilih berdakwah kepada masyarakat awam dengan bahasa yang lebih sederhana. Beliau banyak berdakwah dengan memanfaatkan saluran radio pada saat itu. Hingga ceramahnya dikenal masyarakat luas setelah ia berdakwah dengan memanfaatkan saluran media sosial You Tube.
Cendekiawan yang rasional
Presiden keempat Indonesia, Gus Dur, menuturkan bahwa Buya Syakur adalah sosok cendekiawan yang sangat rasional. Hal tersebut karena Buya Syakur memiliki wawasan yang dalam dan luas sehingga mampu menyederhanakan problem-problem yang rumit.
Dengan gaya penuturan yang runut, dan retorikanya yang hebat, kerap kali Buya Syakur mengajak jamaahnya untuk berpikir logis. Hingga akhirnya para jamaahnya mampu menemukan pencerahan sendiri.
Khusnul Khotimah Buya, Ilmu-ilmumu akan tetap abadi menerangi cakrawala dunia ini. Lahul Fatihaah… (*)