PAGARNUSA.OR.ID – Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Leteh, Rembang, KH Ahmad Mustofa Bisri, atau yang biasa dipanggil Gus Mus, adalah salah satu tokoh mujiz ijazah kubro dari Pagar Nusa. Berikut ini adalah biografi singkat Gus Mus yang dapat menjadi referensi untuk lebih mengenal dan mendekatkan diri kepada para ulama.
Sekilas tentang Gus Mus
Gus Mus lahir dengan nama kecil Ahmad Mustofa Bisri pada 10 Agustus 1944 di Rembang. Orangtuanya adalah KH Bisri Mustofa bin H. Zainal Musthofa dan Hj. Ma’rufah binti KH. Chalil Harun. Ia adalah anak kedua dari delapan bersaudara, dengan kakaknya bernama KH Kholil Bisri dan adik-adiknya adalah KH Adib Bisri, Hj. Faridah, Hj. Najihah, Nihayah, Labib, dan Hj. Atikah.
Gus Mus menikah dengan Siti Fatima, putri Kiai Basyauni Rembang, dan dikaruniai enam anak perempuan dan satu anak laki-laki, antara lain: Ienas Tsuroiya, Kautsar Uzmut, Raudloh Quds, Raiyatul Bisriyah, Nada, dan Almas Muhammad Bisri Mustofa.
Perjalanan Ilmiah Gus Mus
Perjalanan Ilmiah Gus Mus berawal dengan pendidikan keagamaan yang ia terima sejak kecil di lingkungan pesantren. Ayah Gus Mus, meskipun juga seorang ulama, memberikan kebebasan kepada Gus Mus untuk mengejar minat dan potensinya sendiri.
Gus Mus menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat selama 6 tahun (1950-1956), Pesantren Lirboyo, Kediri selama 3 tahun (1956-1958), dan Pesantren Krapyak selama 4 tahun di bawah asuhan Kiai Ali Ma’sum. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikannya di al-Azhar, Kairo, dengan fokus pada Studi Islam dan Bahasa Arab.
Setelah kembali dari Kairo pada tahun 1970-an, Gus Mus membantu ayahnya mengajar kitab Al-Munkid min Al-dlolal karya Imam Ghozali kepada para santri Raudlatut Thalibin. Selain itu, ia juga mengajar Bahasa Arab di Pesantren Al-Hidayah di Lasem dan di Madrasah Mu’allimin Mu’allimat di Rembang selama kurang lebih 3 tahun.
Gus Mus dikenal sebagai seorang kiai yang dekat dengan masyarakat. Murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan, termasuk pedesaan, petani, nelayan, seniman, selebritis, dan artis. Gaya komunikasinya dalam menyampaikan materi keagamaan sesuai dengan tingkat pemahaman para muridnya, membuat semua kalangan masyarakat mudah memahami pesan dakwah Gus Mus.
Kiai Multitalenta
Selain sebagai kiai, Gus Mus juga seorang sastrawan, budayawan, dan penulis. Karyanya, baik itu cerpen, puisi, esai, maupun lukisan, tersebar luas di berbagai media. Melalui karyanya, ia menyampaikan makna dan kritik mendalam terhadap fenomena sosial dan ritual-spiritual.
Salah satu lukisannya yang kontroversial adalah “Berdzikir Bersama Inul,” yang ia ikutkan padapamerkan di Surabaya pada tahun 2003. Lukisan tersebut menggambarkan ulama yang sedang berkumpul sambil ada yang berjoget di tengah-tengah.
Meskipun kontroversial, Gus Mus menjelaskan alasannya dalam sebuah wawancara bersama Kick Andi. Dalam wawancara tersebut Gus Mus menyatakan bahwa pada saat itu banyak masyarakat hanya menjalankan ibadah hanya bermodal “daging” saja tanpa memahami ruhnya. Padahal setiap ibadah harus dihayati secara jasmani dan rohani.
Demikian biografi singkat Gus Mus semoga perjalanan hidupnya menjadi inspirasi bagi kita semua. (*)