Makna Halal Bi Halal Menurut Gus Mus
Halalbihalal (ditulis langsung tanpa spasi), secara istilahi maupun maknanya adalah khas Nusantara. Memang benar bahwa ‘bahan baku’-nya seperti banyak kosa kata lainnya dari Arab, dari “halãl” dan “bi”; namun ketika dirangkai menjadi satu kata Indonesia/Nusantara, aku jamin Anda tidak akan bisa menemukan entri “halalbihalal” itu di kamus-kamus bahasa Arab.
Tapi cobalah buka KBBI, anda akan menemukan entri “halalbihalal” (bukan “halal bi halal”) itu dengan makna: “hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan…”
Halalalbihalal adalah tradisi khas Nusantara. Kalau ada yang masih bingung dengan istilah “Islam Nusantara”, tradisi halalbihalal ini, insyãAllah bisa dijadikan contoh untuk menghilangkan kebingungannya. Ini contoh ekspresi keberagamaan Islam khas Nusantara. Dan ini indah sekali.
Pendahulu-pendahulu kita luar biasa teliti dan bijak. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Man shõma Ramadhãna iimãnan wahtisãban, ghufira lahu mã taqaddama min dzanbihi” (Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan semata-mata karena iman dan mengharap pahalaNya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang sudah-sudah); asumsinya kita yang berpuasa di bulan Ramadan –seperti tempo hari– sudah bersih, tidak punya dosa.
Benarkah?
Ternyata pendahulu-pendahulu kita yang mula-mula mentradisikan (sanna sunnatan) Halalbihalal, sangat teliti dan hati-hati. Dosa-dosa yang bisa dibersihkan oleh puasa Ramadan dan amal-amal baik lainnya seperti salat dan sebagainya berdasarkan sabda Rasulullah SAW tadi, ‘hanyalah’ dosa-dosa yang berkaitan dengan Hak Allah semata.
Sementara masih ada dosa lain yaitu yang berkaitan dengan Hak Adami. Dosa antar kita sesama anak cucu nabi Adam. Dan dosa jenis ini justru lebih sulit. Allah tidak akan mengampuninya sebelum kita sendiri menyelesaikan dengan pihak atau pihak-pihak yang kita salahi. Dengan saling memaafkan dan menghalalkan. Sementara kita, anak cucu Adam ini tidak seperti Allah yang Pemurah, Pengasih, Penyayang, Suka mengampuni umumnya sulit memaafkan dan apalagi melupakan kesalahan.
Maka dicarilah saat yang tepat dimana dada-dada kita umumnya menjadi lapang setelah dosa-dosa kepada Allah terampuni oleh puasa Ramadan. Yaitu saat Idul Fitri atau Lebaran. Dari sinilah kita bisa melihat keelokan tradisi khas Nusantara yang dibudayakan pendahulu-pendahulu kita. Setelah dosa-dosa hak Allah diharapkan terampuni dengan berpuasa Ramadan, kita menyempurnakan kebersihan dan kefitrian kita dengan halalbihalal antara kita.
Sabda Rasulullah SAW (riwayat imam Bukhari bersumber dari shahabat Abu Hurairah ra):
“من كانت عنده مظلمة لاخيه من عرضه او من شيء
فليتحلله منه اليوم … الحديث”
“Barangsiapa memiliki kesalahan, (menzalimi) terhadap saudaranya, mengenai kehormatannya atau sesuatu yang lain, hendaklah segera minta halal darinya hari ini (di dunia ini)….”
Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah dan dosa-dosa kita diampuniNya. Waja’alanã minal ‘ãidiin wal fãiziin. Mohon maaf lahir dan batin.
Ditulio oleh KH Ahmad Mustofa Bisri, Pengasuh Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh Rembang, pada 26 Juni 2019. Semoga bermanfaat. (*)